Ketika Ilmu Bersujud: Kisah Maurice Bucaille, Jasad Firaun, dan Kebenaran Al-Qur'an
Di dunia ilmiah yang kaku dan rasional, Maurice Bucaille berdiri di
antara jasad seorang raja kuno — Firaun Mesir yang sombong. Ia tidak tahu bahwa
malam itu, bukan hanya ilmu yang akan berbicara kepadanya, tetapi kebenaran
yang jauh lebih agung.
Di ruang laboratorium itu, kata-kata dalam kitab suci Al-Qur'an seakan
berbisik ke telinga hatinya: "Maka pada hari ini Kami selamatkan
badanmu, agar engkau menjadi tanda bagi orang-orang sesudahmu." (QS
Yunus: 92)
Bagaimana mungkin sebuah teks berusia 1400 tahun mampu merinci peristiwa
yang baru terungkap lewat sains modern?
Inilah kisah tentang pencarian, keajaiban, dan kebangkitan iman — sebuah
perjalanan menuju kebenaran yang tak pernah lekang oleh zaman.
***
Di era modern ini, banyak manusia yang mencari bukti kebenaran agama
melalui ilmu pengetahuan. Mereka ingin melihat bagaimana wahyu ilahi dapat
berdiri seiring dengan temuan ilmiah. Salah satu kisah yang menggugah adalah
penemuan jasad Firaun yang tenggelam saat mengejar Nabi Musa ‘alaihis salam,
yang disebutkan dalam Al-Qur'an lebih dari 14 abad lalu. Penelitian ini tidak
hanya menggemparkan dunia ilmiah, tetapi juga membawa seorang ilmuwan
non-Muslim, Dr. Maurice Bucaille, kepada cahaya iman.
Siapa Maurice Bucaille?
Maurice Bucaille adalah seorang dokter bedah terkemuka asal Prancis. Ia
memiliki reputasi cemerlang di dunia kedokteran dan pernah dipercaya merawat
banyak tokoh penting, termasuk keluarga kerajaan Arab Saudi. Pada tahun 1975,
Bucaille diundang untuk memimpin tim medis dalam menganalisis mumi Ramses II,
yang diduga kuat sebagai Firaun yang disebut dalam kisah Musa. Tugas ini
menjadi awal dari perjalanan spiritual yang mengubah hidupnya.
Penemuan Mumi Ramses II
Saat Bucaille dan timnya meneliti mumi Ramses II, mereka menemukan
fakta-fakta mengejutkan. Tubuh mumi tersebut menunjukkan tanda-tanda kematian
mendadak dan trauma fisik yang konsisten dengan kematian akibat tenggelam. Yang
lebih mencengangkan, tubuh Firaun itu tetap utuh dalam kondisi yang luar biasa,
meskipun telah berusia lebih dari tiga ribu tahun.
Fakta ini membuat Bucaille bertanya-tanya. Bagaimana mungkin tubuh yang
seharusnya hancur dalam air dapat terawetkan dengan baik? Saat ia menyelidiki
lebih dalam, Bucaille dikejutkan oleh pernyataan dalam Al-Qur'an yang berbunyi:
فَٱلْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ
ءَايَةً ۚ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ ٱلنَّاسِ عَنْ ءَايَٰتِنَا لَغَٰفِلُونَ
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu dapat
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu. Dan sesungguhnya
kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus:
92)
Ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa jasad Firaun akan diselamatkan
sebagai tanda bagi generasi berikutnya. Bucaille menyadari bahwa Al-Qur'an,
yang diturunkan berabad-abad sebelum penemuan modern, telah mengungkapkan fakta
ilmiah yang luar biasa.
Al-Qur'an Membuktikan Dirinya
Dalam penelitiannya, Bucaille membandingkan isi Al-Qur'an dengan berbagai
temuan ilmiah modern. Ia menemukan bahwa Al-Qur'an tidak hanya bebas dari
kesalahan ilmiah, tetapi juga berisi pengetahuan yang baru ditemukan oleh sains
modern. Ini membedakan Al-Qur'an dari kitab-kitab lain yang telah mengalami
perubahan dan penyimpangan seiring waktu.
Bucaille menulis dalam bukunya yang terkenal, La Bible, le Coran et la Science:
"Saya menemukan dalam Al-Qur'an pernyataan tentang berbagai fakta alam yang, ketika dibandingkan dengan pengetahuan modern, menunjukkan ketepatan luar biasa dan tidak dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan manusia pada masa Nabi Muhammad."
Maurice Bucaille dan Pilihan Iman
Keterpukauan Bucaille terhadap kebenaran ilmiah dalam Al-Qur'an
membawanya kepada pengakuan bahwa kitab ini bukanlah karya manusia. Ia akhirnya
memeluk Islam, meyakini bahwa Nabi Muhammad – yang tidak bisa membaca atau
menulis – mustahil dapat mengungkapkan kebenaran ilmiah tanpa wahyu dari Allah.
Karya Bucaille, La Bible, le Coran et la Science, menjadi bacaan
penting yang membuka mata banyak orang Barat terhadap keajaiban ilmiah dalam
Al-Qur'an. Dalam bukunya, ia membandingkan Alkitab, Al-Qur'an, dan penemuan
ilmiah, dan menyimpulkan bahwa hanya Al-Qur'an yang sepenuhnya konsisten dengan
ilmu pengetahuan modern.
Refleksi untuk Kita Hari Ini
Kisah Maurice Bucaille menjadi cermin bagi kita, kaum Muslimin. Seorang
ilmuwan non-Muslim, hanya dengan satu ayat Al-Qur'an, mampu melihat kebenaran
dan tunduk kepada Allah. Maka sudah seharusnya bagi kita, yang memiliki akses
penuh terhadap Al-Qur'an, jangan sampai diri kita menjadi lalai membacanya,
mengkajinya, dan mengamalkannya.
Lalai terhadap Al-Qur'an bukan hanya menunjukkan kurangnya kecintaan,
tetapi juga keretakan dalam keyakinan kita. Allah menjadikan Al-Qur'an sebagai
petunjuk hidup, sumber ketenangan, dan peneguh hati. Tanpa hubungan yang kuat
dengan Al-Qur'an, hati kita akan rapuh, akidah kita akan guncang, dan kehidupan
kita akan kehilangan arah.
Oleh karena itu penting bagi kita yang sudah lama menjadi Muslim untuk
terus meningkatkan keyakinan akan al-Qur’an sebagai kalamulLah. Keengganan
untuk tunduk pada isi al-Qur’an, termasuk malas membaca dan mengkaji al-Qur’an,
sangat boleh jadi berpangkal pada kerapuhan keyakinan itu, juga ketidakpahaman
akan kemuliaan kita saat dekat degan al-Qur’an.
Ingatlah sahabat agritusi…. Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat kelak untuk memberikan
syafaat bagi sahabatnya. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam hadts shohih
riwayat Imam Muslim. Lalu, siapakah
sahabat al-Qur’an ini? Tentu saja yang semasa di dunia rajin membaca al-Quran.
Jika demikian, seberapa sering kita dianjurkan membaca al-Qur’an? Dalam hadits
riwayat Imam Abu Dawud, Nabi menganjurkan untuk membaca atau mengkhatamkan
al-Qur’an minimal sebulan sekali. Jika sudah selesai, segera memulai lagi dari
awal. Inilah sebuah amalan yang sangat
disukai Allah. Apa itu? Yaitu membaca
al-Quran dari awal hingga akhir. Setiap
kali selesai, maka akan mengulanginya lagi dari awal.
Selain membaca, tentu saja yang paling utama adalah menerapkan isinya
dalam kehidupan nyata. Dalam hadits
riwayat Imam ath-Thabarani, Nabi saw. berpesan untuk selalu Bersama al-Qur’an. Bahkan, jika kita harus berhadapan dengan
penguasa yang telah berupaya memisahkan al-Qur’an, tetaplah Bersama Qur’an dan
jangan kita berpisah darinya. Apapun
resikonya, meski harus ditebus dengan kematian sekalipun. Mengapa? Karena kata Nabi, mati di atas ketaatan
kepada Allah lebih baik dari pada hidup dalam kemaksiatan kepada Allah.
Kisah inspiratif Maurice Bucaillle ini bisa menjadi contoh bagaimana
keyakinan itu didapatkan. Tegak berdiri
di atas keyakinan yang kokoh itu, kegemaran membaca dan mengkaji al-Qur’an insyaa
Allah akan terus bisa ditingkatkan.
Next, al-Quran diamalkan dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan tentunya
juga dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Insyaa Allah.
Menghidupkan Kembali Hubungan dengan Al-Qur'an
Hari ini, mari kita mulai membangun kembali hubungan suci kita dengan
Al-Qur'an:
- Bacalah Al-Qur'an setiap hari. Walau hanya satu halaman, satu
ayat, satu kalimat.
- Pahami maknanya. Buka tafsir, resapi pesan Allah.
- Amalkan isinya. Jadikan Al-Qur'an sebagai
panduan dalam keputusan dan sikap kita.
- Ajarkan kepada keluarga. Jadikan rumah kita bercahaya
dengan tilawah Al-Qur'an.
- Terapkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Jadikan al-Qur’an sebagai sumber hukum dan solusi dalam seluruh sendi
kehidupan.
Satu langkah kecil hari ini bisa menjadi awal dari perubahan besar dalam
hidup kita.
Semoga Allah membimbing kita menjadi Ahlul Qur'an — keluarga Allah di
bumi ini. [AT]
***
Di hadapan jasad yang membeku dalam keangkuhan ribuan tahun, Maurice
Bucaille menyadari satu kebenaran agung: ilmu tanpa wahyu hanyalah kerangka
kosong.
Hari ini, kita — kaum Muslimin — memegang Al-Qur'an, kitab yang tidak
hanya berbicara tentang masa lalu, tetapi menuntun masa depan kita.
Jangan biarkan mushaf hanya berdiam di rak.
Jangan biarkan ayat-ayat-Nya hanya menjadi lantunan tanpa makna.
Jadikan Al-Qur'an sebagai cahaya yang membimbing hati, akal, dan langkah kita. Yang pasti, seluruh sendi kehidupan ini (baik pribadi, keluarga, bermasyarakat, dan bernegara) tunduk patuh diatur dengan al-Qur'an agar menjadi berkah.
Karena jika seorang ilmuwan menemukan iman dari satu ayat, maka kita yang
memiliki seluruhnya, lebih berhak untuk sujud penuh cinta kepada Allah, Rabb
semesta alam.
***
Mari kita bergerak bersama.
Mulailah dengan satu langkah kecil hari ini:
📖 Membaca satu halaman Al-Qur'an dengan
hati yang hadir.
🔍 Menyempatkan diri menelaah satu ayat tafsir untuk memperdalam makna.
🤝 Membagikan tulisan ini kepada sahabat dan keluarga, sebagai bentuk
dakwah kecil kita.
Karena perubahan besar selalu dimulai dari satu langkah sederhana.
Semoga Allah membimbing kita menjadi hamba-hamba yang hidup dalam cahaya
Al-Qur'an; dan kehidupan ini diatur dengan al-Qur'an.
Aamiin.
———
Referensi:
- Al-Qur'an Al-Karim, Surah Yunus:
90-92.
- Bucaille, Maurice. La Bible,
le Coran et la Science. Paris: Seghers, 1976.
- Islamicity.org, "Maurice
Bucaille and the Science in the Quran".
- Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Surah
Yunus.
- Tabloid al-Wa'ie edisi April 2025
Post a Comment for "Ketika Ilmu Bersujud: Kisah Maurice Bucaille, Jasad Firaun, dan Kebenaran Al-Qur'an"